Saturday 6 April 2013

Hakikat Belajar dan Pembelajaran


HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

  A.      Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan proses mental yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku, baik perilaku fisik-motorik maupun perilaku secara psikis. Meskipun kegiatan belajar adalah kegiatan yang banyak melibatkan koponen fisik-motorik (keterampilan), akan tetapi tidak bisa melepaskan begitu saja yang bersifat mentality (telepas seberapa besar pengaruh dari masing-masing aspek; baik mental ataupun fisik-motoriknya).
Belajar juga bisa dibilang sebagai key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa adanya belajar sesungguhnya tidak akan pernah terjadi yang namanya pendidikan.
Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Karena, dengan kemampuan berubahlah manusia dapat mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting dalam kehidupannya.
Adapun definisi belajar menurut beberapa tokoh antara lain :
1.       SKINNER, dalam bukunya Educational Psychology : The Teaching Learning Proses, ………..a process of progressive behavior adaptation. (belajar adalah…suatu proses adaptasi atau penyesuaian).
2.       CHAPLIN, dalam Dictionary of Psychology, membatasi belajar dengan dua rumusan
a.       ……..acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience. (belajar adalah….perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman.
b.      Process of acquiring responses as a result of special practice…(belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus.
3.         REBER, dalam Dictionary of Psychology
a.       The Process of acquiring Knowledge (Proses dalam memperoleh Pengetahuan)
b.      A Relatively permanent change in respons potentiality which occurs as a result of reinforced practice (Suatu perubahan Kemampuan bereaksi yang relative langgeng dan sebagai hasil latihan yang diperkuat).
4.       BIGGS, dalam pendahuluan Teaching for Learning, mendefinisikan pendidikan dalam tiga macam rumusan.
a.       Kuantitaif (dari segi jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya.
b.      Institusional (dari sudut kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah dipelajari.
c.       Kualitatif (dari sudut mutu), belajar adalah proses dalam memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman atau cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa.
Bertolak dari definisi di atas, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan intraksi dengan lingkunga yang melibatkan proses kognitif.
Pembelajaran atau pengajaran adalah merupakan kegiatan seorang guru dalam mendesain atau merekaya situasi lingkungan agar terjadi sebuah proses belajar-mengajar dengan tetap mengacu pada desain instruksional yang telah direncanakan secara matang oleh seorang guru dalam mencapai tujuan belajar.
Mengajar dan belajar adalah merupaka dua kegiatan yang tidak dapat dipsahkan, ibarat sebuah mata uang yang bermata dua. Bagaimana baiknyasebuah desain pembelajaran yang ditwarkan oleh seorang guru, manakala proses belajar pada diri siswa tidak terjadi  maka pengajarannya tidak bias dibilang baik, bahkan bisa dibilang tidak berhasil.
Sehingga, mengajar bukanlah hal yang mudah, membutuhkan kesungguhan, semangat, pengetahuan, keterampilan dan seni. Belajar dan pembelajaran merupakan sebuah proses yang sangat kompleks dan syarat akan permasalahan yang muncul tanpa kita sadari (unpredictable). Proses pembelajaran sangat berbeda dengan proses pembuatan kursi ataupun meja juga halnya dengan membelajarkan anjing, dalam proses pembelajaran yang kita hadapi adalah Siswa atau Individu manusia yang memiliki karakteristik yang sangat kompleks dan unik serta berkembang secara dinamis.
Tiap siswa memiliki potensi dan kecakapan berpikir, social, komunikasi, seni keterampilan yang berbeda, tiap siswa memiliki karakteristik fisik, social, emosi, sikap, nilai yang berbeda pula. Semua potensi, kecakapan dan karakteristik tersebut membentuk satu kepribadian yang khas dan unik, berbeda satu dengan yang lainnya. Keunikan itu semakin bertambah kompleks manakala manusia itu berkembang, dan perkembangannya dinamis karena selalu berubah dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya.
Hubungan guru dan siswa adalah hubungan fungsional, dalam arti pelaku pendidik dan pelaku terdidik. Dari segi tujuan yang akan dicapai baik guru ataupun siswa sama-sama mempunyai tujuan tersendiri. Meskipun demikian tujuan guru dan siswa dapat dpersatukan melalui tujuan instruksional. Dari segi proses, belajar dan pembelajaran adalah merupakan proses internal siswa, siswa sendirilah yang mengalami, melakukan dan menghayati proses belajar dan pembelajaran secara pribadi sehinggah terjadilah perubahan dan perkembangan secara mental  untuk mencapai kematangan (maturation) pada diri siswa. Hal ini lah yang menyebabkan hasil belajar dari masing-masing siswa selalu tidak sama, karena ada prinsipnya meskipun kita belajar bersama pada dasarnya proses yang terjadi adalah masing-masing.
Dalam mengajar seorang guru dihadapkan pada keragaman karakteristik dan dinamika perkembangan siswa. Sesungguhnya secara psikologis, tida ada dua individu siswa yang tepat sama, yang ada adalah keragaman. Oleh karena itu mengajar itu adalah ilmu dan sekaligus seni. Ada ilmu mengajar, tetapi itu saja belum cukup, diperlukan juga seni mengajar. Seni mengajar merupakan kreatifitas guru dalam menemukan pendekatan atau model mengajar yang memungkinkan setiap siswa mengembangkan potensi, kecakapan, dan karakteristiknya secara optimal.


  B.      Kompleksitas Belajar dan Pembelajaran
Belajar dan Pembelajaran adalah sebuahproses yang sangat kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai factor. Untuk memahami dan meningkatkan cara pembelajaran guru harus memahami factor-faktor tersebut, antara lain :
1.       Budaya
Setiap budaya memiliki suatu bentuk tertentu dari proses pendidikannya, baik yang bersifat formal maupun informal. Bagaimanapun salah satu tujuan umum pendidikan adalah melestarikan budaya. Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Hilda Taba bahwa sebagian besar fungsi dan tujuan pendidikana dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
a.       Pendidikan di sekolah berfungsi memelihara dan menyampaikan warisan budaya kepada siswa.
b.      Pendidikan disekolah sebagai alat untuk mentransformasikan (mengubah) kebudayaan.
c.       Pendidikan di sekolah diarahkan untuk perkembangan individu.
Konsep semacam ini haruslah dipahami oleh seorang guru secara individual ataupun lembaga pendidikan formal (institusi/sekolah) kalu memeng berharap akan tercapainya tujuan dari pendidikan itu sendiri. Jika dipegang konsep bahwa sekolah berfungsi memelihara dan menyampaikan warisan kebudayaan, maka pendidikan disekolah diarahkan agar kebudayaan dimiliki oleh nenek moyang atau generasi pendahulu dapat dipertahankan secara turun temurun. Berbeda halnya jika konsep pendidikan di sekolah diarahkan ada fungsi  mentransformasikan budaya, maka pendidikan diarahkan agar siswa mampu menerima nilai-nilai yang dating dari luar yang sesuai dan dipandang baik. Demikian pula jika konsep pendidikan diarahkan untk berfungsi sebagai pengembangan individu, maka arah pendidikan lebih menekannkan pentingnya pembinaan kemampuan potensial yang dimiliki oleh masing-masing individual.
2.       Pengaruh Sejarah
Pendidikan adalah hasil dari suatu perkembangan sejarah. Perkembangan ini biasanya besal dari suatu “setting” budaya sehingga menganfung bias budaya (metode pembelajaran misalnya) dan sangat berkaitan erat dengan reproduksi budaya setempat. Sejarah pendidikan di Indonesia misalnya, sangat dipengaruhi oleh sejarah panjang kehidupan bangsa Indonesia itu sendiri. Ketika zaman kerajan Hindu dan Budha, inti pendidikan yang diberikan kepada masyarakat adalah pendidikan tentang ajaran kedua agama tersebut yang tentu saja disertai dengan literasi atau baca tulis. Pada masa datangnya Kolonilisme Belanda yang disertai dengan hadirnya “politik balas budi”telah terjadi tonggak awal diterapkannya secara terbuka pendidikan formal model Barat di Indonesia sekalipun dalam skala terbatas dan diskriminatif.
Banyak lagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang semua bail langsung maupun tidak langsung berkonstribusi kepada pendekatan belajar dan pembelajaran di negeri ini.
3.       Hambatan Praktis
Manusia hidup di dunia yang kurang ideal dan dalam banyak hal manusia dapat berbuat justru akibat dari kekurang idealan tersebut. Terdapat banyak hambatan praktis yang ditemuai dalam proses belajar dan pembelajaran. Guru dibatasi oleh wakt, sumber dan fasilitas. Guru juga dibatais oleh undang-undang dan aturan yang harus dipatuhi, dan tidak jarang pula guru dibatasi oleh idealismenya dalam belajar dan pembelajaran oleh kekakuan birokrasi dan manajemen. Belum lagi dari persepektif pelaku pembelajaran dalam hal ini siswa yang sangat kompleks permasalahan yang ditimbulkan karena perbedaan latar belakang dan keunikan dari masing-masing individu sebagai manusia yang dinamis.
4.       Karakteristik Guru
Banyak hal yang mempengaruhi guru dalam pelaksanaan proses belajar dan pembelajaran sehingga memiliki keperibadian tertentu yang unik. Lingkup budaya dimana guru berkembang, masyarakat dimana guru hidup, pengaruh keluarga, pengaruh agama yang dianut, pengalaman akademis, pengalaman kerja serta genetika atau pengaruh bawaan yang membentuk cara berpikir guru guru, semua akan membentuk gaya dan acara guru dalam proses pembelajaran. Setiap guru memiliki keperibadian yang dalam beberapa hal membentu dalam menyelenggarakan pembelajaran walaupun dalam beberapa aspek mungkin perlu dimodifikasi.
5.       Karakteristik Siswa
Disadari ataupun tidak, salah satu kegiatan pra belajar dan pemeblajaran adalah sebaik apa kita bias mengidentifikasi karakteristik awal seorang siswa. Karakteristik awal siswa meliputi berbagai aspek seperti; bahasa, latar belakang akademis, usia dan tingkat kedewasaan, latar belakang budaya, tingkat pengetahuan serta keterampilan yang mungkin merupakan syarat awal atau “prerequisite” bagi pelajaran yangakan disajikan. Oleh sebab itu karakteristik awal siswa sebisa mungkin untuk diidenfikasi , baik secara individual ataupun secra kelompok dan kelsa harus dipahami oleh guru sebelum memulai program belajar dan pembelajaran.
6.       Proses Belajar
Proses belajar adalah merupakan salah satu aspek kegiatan yang sangat bekaitain dengan proses kognitif actual yang harus dilalui oleh siswa dalam rangka mencapai keberhasilan belajar. Hal ini berlangsung melalui proses penyerapan gagasan dan keterampilan baru memlui kegiatan belajar dan pembelajaran baik berupa pengingatan dalam waktu yang singkat “short-Term Memory”  kemudian menyimpan informais yang diterima agar kelak dapat di akses kembali (reload).
Bagaimanapun juga proses belajar adalah merupakan sebuah proses kompleks yang meliputi penggunaan panca indera, proses kognitif dari pengungatan, pemecahan masalah dan “reasoning” . oleh karena itu kondisi fisik dan psikologis harus dipertimbangkan dalam pengelolaan belajar dan pembelajaran.

  C.      Tujuan Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan peristiwa sehari-hari yang terjadi dalam suatu lingkungan yang memang direkayasa menjadi sebuah media pembelajaran. Belajar adalah sebuah peristiwa yang sangat kompleks. Komplesitas belajar tersebut dapat kita pahami dari dua subjek yang terlibat di dalamnya, yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses yang berlangsung dinamis. Siswa mengalami proses mental dalam mengahdapi bahan ajar. Sementara dari sudut pandang seorang guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal.
Perilakau belajar siswa adalah merupakan sebuah proses berupa respons siswa terhadap tindak mengajar atau tindak pembelajaran dari guru, perilaku belajar tersebut ada hubungannya dengan desain instruksional guru. Dalam desain instruksional, guru membuat tujuan instruksional khusus, atau  biasa kita pahami sebagai sasaran belajar.

  D.      Unsur-unsur Dinamis dalam Belajar dan Pembelajaran
1.       Dinamika Siswa dalam Belajar
Bagaimanapun juga serang siswa dikatakan belajar manakala ia benar-benar bias menggunakan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotoriknya dengan baik dan benar terhadap segala situasi yang terjadi dilingkungannya. Beberapa orang ahli mencoba untuk mendeskripsikan ranah-ranah tersebut secara hierarkis, dengan hasil penelitian yang sangat berbeda.
a.       Ranah Kognitif (Blooom dkk.)
Ranah kognitif terdiri atas enam jenis perlakuan, sebagaimana tersebut dibawah ini :
(1). Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah teori, prinsip, atau metode.
(2). Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari
(3). Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk mengahadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya menggunakan prinsip.
(4). Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
(5). Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
(6). Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kreteria tertentu.
b.      Ranah Afektif (Krathwohl & Bloom dkk.)
Ranah Afektif terdiri atas lima perlakuan, sebagaimana tersebut dibawah ini :
(1). Penerimaan, mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut. Misalnya, kemampuan untuk mengakui adanya perbedaan.
(2).  Partisipasi, mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Misalnya memetuhi peraturan.
(3). Penilaian dan Penentuan sikap, mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. Misalnya menerima suatu pendapat orang lain.
(4). Organisasi, mencakup kemampuan untuk membentuk suatu system nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya menempatkan nilai dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara bertanggung jawab.
(5). Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan mengahayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang berdisiplin.
c.       Ranah Psikomotor (Simpson)
Ranah psikomotor terdiri atas tujuh jenis perlakuan, antara lain :
(1). Persepsi, mencakup kemampuan memilah-milahkan (mendeskriminasikan) hal-hal secara khas dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut. Misalnya, pemilihan warna dan angka.
(2). Kesiapan, mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini mencakup kemampuan jasmani dan rohani.
(3). Gerakan Terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh atau gerakan tiruan. Misalnya, gerak tari.
(4). Gerakan yang Terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh. Misalnya, melakukan lompat tinggi dengan tepat.
(5). Gerakan Kompleks, mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara  lancer, efisien dan tepat. Misalnya, bongkar pasang peralatan secara tepat.
(6). Penyesuaian Pola Gerakan, mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratn khusus yang berlaku. Misalnya keterampilan bertanding.
(9). Kreatifitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri. Misalnya, kemampuan membuat tari kreasi baru.
Jadi, siswa yang belajar bisa diartikan sebagai sebuah upaya untuk memperbaiki kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan meningkatnya kemampuan-kemampuan tersebut, maka keinginan, kemauan atau perhatian pada lingkungan sekitarnya makin bertambah. Sedangkan untuk mewujudkan semua hal tersebut seorang siswa memebutuhkan yang namanya motivasi.
Biggs dan Telfer (Biggs & Telfer, 1987: 96-117) berpendapat bahwa siswa memiliki bermacam-macam motivasi dalam belajar, yang antara lain adalah : (i) Motivasi instrumental, (ii) Motivasi Sosial, (iii) Motivasi Berprestasi dan (iv) Motivasi Intrinsik.
Motivasi instrumental berarti bahwa siswa belajar karena didorong oleh adanya hadiah atau menghindari hukuman. Motivasi social berarti bahwa siswa belajar untuk penyelenggaraan tugas; dalam hal ini keterlibatan dalam tugas sangat menonjol. Motivasi instrinsik berarti bahwa belajar karena keinginannya sendiri.
2.       Dinamika Guru dalam Kegiatan Pembelajaran
Peran serta seorang guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sangatlah besar. Karena peran seorang guru snagat terkait erat dengan peranan seorang siswa dalam memenuhi tugasnya sebagai pelajar, yaitu belajar.
Salah satu tugas penting seorang guru adalah sebaik apa ia bisa memotivasi siswa dalam kegiatan belajar pembelajaran. Karena, tingginya keterkaitan motivasi dan keberhasilan belajar ini, maka Biggs & Tefler berpendapat bahwa diantara motivasi belajar siswa ada yang dapat diperkuat dengan cara-cara pembelajaran. Motivasi instrumental, social dan berprestasi rendah dapat dikondisikan secara bersyarat agar terjadi peran belajar siswa. Adapun acara-acara pembelajaran yang berpengaruh pada proses belajar dapat ditentukan oleh guru. Kondisi eksternal yang berpengaruh pada belajar yang penting adalah bahan ajar, suasana belajar, media dan sumner belajar, dan subjek belajar itu sendiri tentunya.  

No comments: